Sempat dihentikan pada 2003 oleh Megawati, ekspor pasir laut telah dibuka kembali pada era pemerintahan Jokowi. Hal tersebut kerap menimbulkan kontra, salah satunya datang dari Anggota Komisi IV DPR RI periode 2019-2024 Daniel Johan.
“Penambangan pasir laut dalam skala besar bukan hanya dapat menghancurkan ekosistem laut, tapi juga berdampak langsung pada hasil tangkapan ikan dan kesejahteraan nelayan,” tuturnya, di Jakarta, pada Kamis (19/9), mengutip EMedia DPR RI.
Berdasarkan data Statistik KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) per triwulan III 2024, total produksi perikanan tangkap laut menurut komoditas utama telah mencapai 5.006.243,68 ton. Adapun yang termasuk dalam komoditas utama perikanan tangkap adalah tuna, tongkol, cakalang, udang, dan lainnya.
Berdasarkan total produksi perikanan tangkap laut menurut komoditas utama tersebut, produksi tuna menyentuh angka 251.069,99 ton. Sedangkan tongkol sebanyak 468.386,44 ton.
Untuk total produksi cakalang, yang merupakan sumber vitamin B12, telah menyentuh angka 384.042,35 ton. Sedangkan total produksi udang, yang banyak mengandung kalium, telah mencapai angka 209.697 ton.
Di Desa Bandungharjo, Kecamatan Donorojo, Jepara, Jawa Tengah, nasib ratusan keluarga nelayan kini semakin memprihatinkan. Hal ini disampaikan oleh salah satu keluarga nelayan Tri Ismuyati.
“Sekarang sebulan, kadang dapat hasil cuma dua atau tiga kali. Ikan pun enggak mudah didapat padahal melaut sebulan tiap hari. Modal Rp300.000 enggak bawa apa-apa, untuk laut aja enggak ada. Laut makin susah diprediksi, biasanya panen udang atau ikan, sekarang enggak ada. Panen ikan sudah seperti mimpi.” ujarnya, mengutip BBC.
Tri Ismuyati pun menolak adanya kebijakan pemerintah yang kembali membuka ekspor pasir laut.
“Ya menolak pasti, ini belum dikeruk aja begini, apalagi kalau diubrak-abrik? Terus gimana nasib nelayan seperti kami?" ungkapnya, mengutip BBC.
Baca Juga: Simak Potensi Volume Pengerukan Sedimentasi di Laut, Kepualauan Riau Terbanyak