#SaveRajaAmpat belakangan memenuhi berbagai platform media sosial dan kanal berita online di Indonesia. Isu ini muncul sebagai bentuk kepedulian beberapa pegiat lingkungan terhadap aktivitas pertambangan nikel yang terjadi di beberapa pulau Gag, Kawe, dan Manuran. Akibat aktivitas pertambangan tersebut, ekosistem biota laut, deforestasi, dan pencemaran lingkungan meningkat secara signifikan.
Kepedulian beberapa individu dan kelompok tersebut diunggah di media sosial, sehingga perlahan-lahan masyarakat digital mulai terpapar isu mengenai pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua. Alhasil, ketegangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan hidup di wilayah Raja Ampat meroket dalam beberapa hari ke belakang.
Menanggapi isu ini, Drone Emprit melakukan riset sederhana yang dilakukan dalam kurun waktu 1-9 Juni 2025 di berbagai kanal media online dan platform media sosial seperti Twitter (X), Instagram, Facebook, YouTube, dan Tiktok.
Hasil dari riset tersebut menunjukkan adanya dua kubu yang menanggapi isu ini. Polarisasi antara kelompok pro dan kontra memanas dari waktu ke waktu. Sebagian besar masyarakat yang bergabung ke kelompok kontra umumnya berasal dari masyarakat digital atau pengguna media sosial. Mereka beranggapan bahwa kampanye ini merupakan peringatan besar terhadap pemerintah dan perusahaan swasta terhadap hilirisasi nikel yang kian membahayakan keberlanjutan lingkungan.
Di sisi lain, masyarakat yang mendukung atau pro justru menganggap bahwa pemberitaan terkait hilirisasi nikel merupakan hoaks belaka. Sentimen positif ini umumnya berasal dari berbagai kanal media online.
Alhasil berbagai emosi pun mulai mewarnai media sosial dan platform online. Kemarahan, kesedihan, sampai dengan kekecewaan mendominasi percakapan publik. Analisis emosi yang dilakukan oleh Drone Emprit menunjukkan bahwa hampir 508 individu menunjukkan kemarahannya karena kerusakan alam di Raja Ampat dan kecurigaan bahwa oknum pejabat melakukan korupsi dan hanya mencari keuntungan belaka.
Sedangkan, sebanyak 453 individu mengungkapkan kesedihannya karena ekosistem laut dan darat yang dimiliki oleh Raja Ampat mulai terancam. Kesedihan ini mereka ungkapkan melalui komentar dan postingan yang menunjukkan rasa iba. Di samping itu, beberapa individu juga merasa tak berdaya melawan praktik pertambangan yang menggurita.
Di urutan ketiga, emosi masyarakat digital didominasi dengan perasaan berharap yang tinggi agar pemerintah segera menghentikan pertambangan di Raja Ampat serta mendesak pencabutan izin tambang agar beralih menuju kebijakan hijau. Emosi ini diungkapkan oleh kurang lebih 398 individu melalui media sosial.