Akses sanitasi yang layak masih menjadi tantangan besar di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di desa-desa dengan kondisi infrastruktur yang terbatas. Masalah ini tidak hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tetapi juga memengaruhi kualitas hidup, ketahanan ekonomi keluarga, dan upaya menekan angka stunting yang masih tinggi di sejumlah provinsi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Papua Pegunungan menjadi provinsi dengan jumlah desa terbanyak yang sebagian besar warganya masih buang air besar di tempat terbuka, yaitu mencapai 1.603 desa. Di bawahnya, Papua Tengah menyusul dengan 503 desa, Sumatra Utara sebanyak 409 desa, serta Papua Selatan dengan 300 desa. Selain itu, wilayah Papua, Aceh, dan Papua Barat juga masih menghadapi persoalan serupa, meskipun jumlah desanya lebih rendah dibanding Papua Pegunungan.
Fenomena ini sering kali terjadi di wilayah dengan tingkat ekonomi yang rendah. Akses sanitasi yang layak, seperti jamban sehat dan saluran pembuangan yang memadai, masih sulit dijangkau karena keterbatasan biaya pembangunan infrastruktur, rendahnya kesadaran masyarakat, dan minimnya fasilitas publik. Padahal, sanitasi yang buruk berkaitan erat dengan meningkatnya risiko penyakit menular, seperti diare, infeksi kulit, hingga leptospirosis. Kondisi ini turut berkontribusi pada tingginya angka stunting, karena anak-anak lebih rentan mengalami gangguan gizi akibat infeksi berulang.
Di satu sisi, untuk mengkampanyekan stop buang air besar sembarangan ke masyarakat Papua memerlukan perlakuan yang khusus. Sebab, di sana mereka memiliki kepercayaan tersendiri dalam mengartikan jamban sesuai dengan norma dan kebiasaan lokal yang diwariskan secara turun-temurun.Di Keerom, misalnya, ada anggapan jamban di dalam rumah berarti mengumpulkan kotoran orang-orang dalam satu tempat. Hal itu dianggap menjijikkan.
”Begitu pun di wilayah pegunungan ada kepercayaan lokal bahwa satu jamban tidak boleh digunakan lintas generasi tertentu dalam keluarga,” ucap Reza Spesialis Air, Sanitasi, dan Kebersihan di Unicef Perwakilan Papua Reza Hendrawan di Jayapura, Papua, Selasa (6/2/2024) dikutip dari Kompas.
Peningkatan fasilitas sanitasi di desa-desa ini perlu menjadi fokus pembangunan daerah. Intervensi pemerintah, baik melalui program bantuan pembangunan MCK (Mandi, Cuci, Kakus), edukasi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta kolaborasi dengan sektor swasta, menjadi kunci untuk menekan dampak buruk dari sanitasi yang tidak layak. Tanpa langkah nyata, tantangan ini dapat terus menghambat kualitas hidup warga dan memperbesar beban kesehatan serta ekonomi di wilayah-wilayah tersebut.
Baca Juga: Papua Pegunungan Catatkan Akses Air Minum Layak Terendah 2024
Sumber:
https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTEwNCMy/banyaknya-desa-kelurahan-menurut-penggunaan-fasilitas-tempat-buang-air-besar-sebagian-besar-keluarga--desa-.html
https://www.kompas.id/artikel/sebagian-daerah-di-papua-masih-berkutat-dengan-tingginya-kasus-bab-sembarangan