Jumlah RUU yang Disahkan DPR RI Terus Naik

Laporan Kinerja DPR RI mencatatkan sebanyak 63 RUU telah disetujui menjadi UU pada periode 2023-2024, naik 10 kali lipat dibanding 6 RUU pada periode 2019-2020.

Perkembangan Jumlah RUU yang Disetujui DPR RI

(2019-2024)
Ukuran Fon:

Kinerja legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) Republik Indonesia (RI) menunjukkan tren fluktuatif dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan Laporan Kinerja DPR RI, sebanyak 63 Rancangan Undang-Undang (RUU) telah berhasil disahkan menjadi UU pada periode 2023–2024, menjadikannya sebagai capaian yang tertinggi sejak lima tahun terakhir.

Mulanya pada periode 2019-2020, DPR hanya mengesahkan 6 RUU menjadi UU. Angka ini kemudian meningkat menjadi 9 RUU pada periode berikutnya. Lonjakan yang signifikan terjadi pada periode 2021–2022 dengan penyetujuan 32 RUU, menandakan adanya percepatan kinerja legislasi.

Meski jumlah ini sempat menurun menjadi 23 RUU pada periode 2022–2023, namun kenaikan hingga tiga kali lipat terjadi pada periode selanjutnya, dengan total 63 RUU yang disahkan oleh DPR RI pada periode 2023-2024 yang terdiri dari 3 RUU usulan DPR RI, 3 RUU usulan pemerintah, dan 57 RUU kumulatif terbuka.

Beberapa di antaranya menjadi perhatian publik, seperti RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta (PDKJ) yang sudah disahkan menjadi UU Nomor 2 Tahun 2024 dan RUU Ibu Kota Negara (IKN) yang sudah disahkan menjadi UU Nomor 21 Tahun 2023 (perubahan atas UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN).

Selain itu, juga ada RUU tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah disahkan menjadi UU Nomor 3 Tahun 2024, RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah disahkan menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024, dan RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan.

Walaupun begitu, jumlah ini belum memenuhi potensi yang direncanakan dalam target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024, mengingat jumlah RUU dalam daftar Prolegnas tersebut jauh lebih banyak, yaitu hingga 256 RUU.

Adapun Prolegnas merupakan perencanaan penyusunan RUU yang ditetapkan DPR RI bersama pemerintah yang bertujuan agar legislasi dilakukan secara terencana, terpadu, dan sistematis sesuai kebutuhan rakyat dan agenda nasional.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah Putra menyoroti kegagalan DPR dalam mengimplementasikan Prolegnas sebagai bukti bahwa DPR tidak memiliki daya tawar dan terlihat berada di bawah tekanan pemerintah dalam memproduksi legislasi.

Menurutnya, jika situasi ini bertahan di masa mendatang maka dapat mengundang kekhawatiran publik. Ia berharap DPR RI periode 2024-2029 dapat mengembalikan peran strategis sebagai pengawas eksekutif.

"Harapannya ke depan DPR kembali miliki pengaruh signifikan terhadap pemerintah, tidak lagi hanya sebatas petugas UU sesuai pesanan atau keinginan pemerintah," ujarnya, Senin (30/9/2024).

Baca Juga: 70% Publik Masih Belum Tahu Pemerintah Bahas RUU KUHAP

Sumber:

https://www.dpr.go.id/dokumen/laporan-kinerja/laporan-kinerja-pimpinan

https://nasional.kompas.com/read/2024/09/30/11401671/sorotan-kinerja-dpr-2019-2024-fungsi-legislatif-kian-tergerus

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook