Neraca perdagangan disebut surplus jika kondisi di mana nilai ekspor suatu negara melebihi nilai impornya selama periode tertentu. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia melalui laman Satudata mengungkap bahwa pada bulan Januari hingga April 2024, total neraca perdagangan Indonesia dari migas dan nonmigas mengalami surplus US$10,97 miliar.
Data tersebut menunjukkan bahwa surplus tertinggi terjadi pada Maret 2024, yaitu sebesar US$4,48 miliar. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar 22,27% pada bulan berikutnya, April 2024 surplus US$3,56 miliar.
Neraca perdagangan tersebut dinilai berdasarkan ekspor impor pada migas dan nonmigas. Nilai necara perdagangan nonmigas selalu mengalami surplus di tahun 2024. Namun kondisi ini berbanding terbalik dengan nilai neraca perdagangan migas yang selalu mengalami defisit di tahun yang sama.
Pada bulan Maret 2024, angka tertinggi dari neraca perdagangan tercapai, baik migas maupun nonmigas. Neraca perdagangan migas berada di angka surplus US$6,62 miliar dan menglami penurunan pada bulan April 2024 menjadi US$4,17 miliar.
Nilai defisit neraca perdagangan migas juga mengalami hal yang sama, berada di angka US$2,04 miliar lalu pada bulan April defisit turun menjadi US$1,61 miliar.
Walaupun nilai neraca perdangan migas selalu mengalami defisit, secara total neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus hingga April 2024. Nilai surplus pada nonmigas selalu jauh lebih tinggi dari nilai defisit migas di setiap bulannya.
“Capaian positif ini tentunya patut kita syukuri, di tengah ketidakpastian perekonomian global, berlanjutnya surplus neraca perdagangan Indonesia menunjukkan ketahanan ekonomi domestik yang sangat baik,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam pemberitaan di laman resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Sementara itu, negara utama yang menyumbang surplus neraca perdangan Indonesia pada periode Januari hingga April 2024 adalah India dengan nilai US$5,10 miliar. Urutan kedua adalah Amerika Serikat dengan US$3,43 miliar, disusul Filipina dengan US$2,83 miliar, Jepang dengan US$2,41 miliar, dan Belanda dengan US$1,16 miliar.