Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan di Indonesia masih tertinggal dibandingkan laki-laki. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, TPAK perempuan tercatat sebesar 56,42% pada 2024, sedangkan laki-laki mencapai 84,66%. Artinya, terdapat selisih 28,24 poin persentase antara keduanya.
Meski begitu, data menunjukkan tren peningkatan partisipasi kerja perempuan dalam enam tahun terakhir. Pada 2018, TPAK perempuan berada di angka 51,80% dan meningkat konsisten hingga 56,42% pada 2024. Sementara itu, TPAK laki-laki relatif stabil di kisaran 82–85%. Kesenjangan antara keduanya pun menurun dari 31 poin menjadi 28,24 poin, menandakan adanya kemajuan, meski masih terbatas.
Peningkatan partisipasi kerja perempuan juga sejalan dengan perbaikan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) nasional. Pada 2024, IKG Indonesia tercatat sebesar 0,421, turun 0,026 poin dari tahun sebelumnya. Penurunan ini menunjukkan kemajuan menuju kesetaraan gender, terutama dalam aspek ketenagakerjaan dan pemberdayaan perempuan.
Upaya mempersempit kesenjangan ini juga tercermin dalam berbagai inisiatif di sektor ketenagakerjaan. Salah satunya melalui acara Ring the Bell for Gender Equality 2025 yang mengangkat tema How to Maintain Work-Life Integration: Policies that Empower Women, yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama UN Women dan sejumlah mitra lainnya. Acara ini menyoroti pentingnya kebijakan kerja yang inklusif, seperti cuti melahirkan, cuti ayah, dan pengaturan kerja fleksibel sebagai bentuk dukungan terhadap perempuan di dunia kerja.
“Mengintegrasikan kehidupan kerja dan pribadi adalah salah satu aspek penting dalam mewujudkan lingkungan yang mendukung kesejahteraan dan produktivitas perempuan. Kebijakan yang berpihak pada keseimbangan ini tidak hanya memberdayakan perempuan tetapi juga menciptakan ruang kerja yang lebih inklusif dan berkelanjutan,” ujar Komisaris Utama BEI Nurhaida (7/3/2025).
Senada dengan Nurhaida, Direktur Eksekutif IBCWE Wita Krisanti juga menyoroti pentingnya membangun ekosistem kerja yang setara.
“Perusahaan dengan lebih banyak perempuan di jajaran tim kepemimpinan pun berpeluang mencatatkan kinerja keuangan yang lebih baik. Namun, untuk mencapainya, kita harus lebih dulu membangun ekosistem kerja yang bebas dari bias dan diskriminasi,” jelasnya.
Pengukuran IKG di Indonesia mengacu pada Gender Inequality Index (GII) dari UNDP dengan penyesuaian nasional. Tiga dimensi yang diukur mencakup kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan partisipasi tenaga kerja. Nilainya berkisar antara 0 hingga 1; semakin kecil angkanya, semakin rendah tingkat ketimpangan gender.
Baca Juga: 71% Perempuan Indonesia Tak Lanjut Pendidikan, Apa Sebabnya?
Sumber:
https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2025/05/05/2430/indeks-ketimpangan-gender--ikg--indonesia-konsisten-mengalami-penurunan-menjadi-0-421--menunjukkan-perbaikan-dalam-kesetaraan-gender-.html
https://siga.kemenpppa.go.id/dataset?ids=MTIyOQ==&entity=cHJvdmluY2U=
https://www.idx.co.id/id/berita/siaran-pers/2341