Pembiayaan Utang RAPBN 2026 Tembus Rp781 T, SBN Jadi Pilarnya

RAPBN 2026 menargetkan pembiayaan utang Rp781,9 triliun, dengan kontribusi terbesar berasal dari Surat Berharga Negara.

Perkembangan Pembiayaan Utang Indonesia

(2021-2026)
Ukuran Fon:

Pemerintah masih mengandalkan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai sumber utama pembiayaan utang Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, total pembiayaan utang direncanakan mencapai Rp781,9 triliun dengan 96% dana bersumber dari SBN.

Mulanya pada tahun 2021, anggaran yang dialokasikan untuk pembiayaan utang menggapai Rp870,5 triliun, menjadi tahun dengan dana pembiayaan utang terbesar selama 4 tahun terakhir.

Memasuki tahun 2022 dan 2023, angka ini mengalami penyusutan dengan total biaya yang ditujukan untuk pembiayaan utang masing-masing sebesar Rp696 triliun dan Rp404 triliun.

Peningkatan mulai terjadi pada tahun 2024 dengan anggaran pembiayaan utang sebanyak Rp558,1 triliun. Hingga dua tahun berikutnya, nominal ini terus menunujukkan kenaikan. Outlook 2025 menyebutkan dana yang dihabiskan pada tahun ini diperkirakan naik sebesar Rp715,5 triliun.

Pada tahun depan, anggaran yang dialokasikan akan disokong oleh SBN bernilai Rp749,2 triliun, menyumbang porsi terbesar pembiayaan utang Indonesia, menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap instrumen investasi yang aman dan menguntungkan bagi masyarakat dan investor ini.

Sementara itu, pinjaman dalam negeri justru mencatat angka negatif Rp6,5 triliun karena pembayaran cicilan lebih besar daripada penarikan pinjaman baru.

Untuk pinjaman luar negeri, pemerintah menargetkan penarikan bersih sebesar Rp39,2 triliun pada 2026. Angka ini turun signifikan dibanding outlook 2025 yang mencapai Rp120,9 triliun.

Meski demikian, beban pembayaran cicilan pokok utang luar negeri tetap tinggi, yakni hingga Rp105,3 triliun. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar pinjaman luar negeri tidak hanya dipakai untuk membiayai proyek, tetapi juga untuk menutup kewajiban utang lama.

Besarnya porsi pembayaran utang dalam pembiayaan utang menunjukkan pemerintah saat ini sedang “gali lubang, tutup lubang” alias mencari pinjaman untuk membayar utang. Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Deni Friawan menyoroti jumlah total utang dan rasio utang yang meningkat sejak beberapa tahun terakhir.

“Walaupun porsi pembayaran bunga utang telah sedikit berkurang, porsinya itu dalam belanja negara masih sangat besar, yaitu sekitar 19%,” tuturnya di kantor CSIS, Jakarta Pusat, Senin (18/8).

Menurutnya, sebaiknya pemerintah menjaga defisit APBN di bawah 3%. Namun, pemerintah justru mendahulukan pelaksanakan program prioritas Presiden Prabowo, sehingga kebutuhan pembiayaan utang diperkirakan masih akan terus meningkat dalam beberapa tahun ke depan.

Alih-alih menambah beban pinjaman baru, pemerintah perlu berani menekan belanja yang tidak produktif, memperluas basis pajak, dan menata ulang prioritas pembangunan agar keberlanjutan fiskal tidak sekadar menjadi jargon.

Baca Juga: Pertumbuhan Utang Luar Negeri Indonesia Melambat pada Mei 2025

Sumber:

https://drive.google.com/file/d/1TsimTqqDXN_LvhRMLac-QcIOj8I-V4_P/view

https://www.tempo.co/ekonomi/rencana-pemerintah-tambah-utang-rp-781-triliun-menuai-kritik-2060583

Terima kasih telah membaca sampai di sini

atau

Untuk mempercepat proses masuk atau pembuatan akun, bisa memakai akun media sosial.

Hubungkan dengan Google Hubungkan dengan Facebook