Pendidikan adalah hak setiap warga negara Indonesia. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat 1, pemerintah berkewajiban menyediakan akses pendidikan kepada seluruh warganya.
Salah satu langkah konkret yang diambil pemerintah adalah melalui skema Wajib Belajar 12 Tahun, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Dalam pelaksanaan proses wajib belajar selama 12 tahun ini, warga dapat mengenyam bangku pendidikan mulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Program ini menjadi sangat penting bagi Indonesia, tidak hanya untuk mencerdaskan bangsa sesuai dengan amanah konstitusi, tetapi juga sebagai fondasi untuk mewujudkan visi Indonesia Emas pada 2045.
Namun, hingga saat ini masih banyak anak di Indonesia yang putus sekolah. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 2023 jumlah anak Indonesia yang putus sekolah dari SD sampai SMA mencapai 29,21% dari total 30,2 juta jiwa anak di tahun tersebut.
Lebih detil, pada tingkat SD persentase data anak putus sekolah mencapai 1,34 persen. Angka tersebut terdiri dari 0,68% anak laki-laki dan 0,66% anak perempuan.
Beralih ke jenjang SMP, persentase anak putus sekolah mencapai 13,83% yang terdiri dari 7,97% anak laki-laki dan 5,86% anak perempuan.
Puncak tertinggi angka putus sekolah terjadi pada jenjang SMA. Jumlahnya mencapai 45,39% yang terdiri dari 23,78% anak laki-laki dan 21,61% anak perempuan.
Secara keseluruhan, data menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih banyak yang putus sekolah dibandingkan anak perempuan, dengan total persentase mencapai 32,43% untuk anak laki-laki, dan 28,13% untuk anak perempuan.
Fenomena anak putus sekolah sangat disayangkan. Berbagai faktor seperti ekonomi, kurangnya perhatian orang tua, serta keterbatasan akses ke fasilitas pendidikan menjadi penyebab utama yang masih harus diatasi oleh pemerintah dan masyarakat.
Baca Juga: 7 Provinsi dengan Tingkat Penyelesaian Pendidikan Sekolah Dasar Tertinggi