Wilayah Indonesia Timur mengalami krisis dokter spesialis, yang menjadi salah satu ancaman serius di sektor kesehatan Indonesia. Pada 2024, jumlah dokter spesialis di wilayah barat mencapai 24.508, di wilayah tengah 5.933, sementara di wilayah timur sangat mengkhawatirkan, dengan hanya 475 dokter spesialis yang tersedia.
Ironisnya, 59% distribusi dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa, sehingga banyak provinsi di Indonesia Timur yang kekurangan dokter, seperti di Kabupaten Sorong Selatan yang tidak memiliki dokter spesialis bedah.
Direktur Penyediaan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Oos Fatimah, menyatakan bahwa hanya terdapat tiga daerah yang tidak mengalami kekurangan dokter spesialis, yaitu DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali. Bahkan, jumlah dokter spesialis di ketiga daerah tersebut terpantau berlebih. Sebaliknya, banyak daerah lain masih mengalami krisis dokter spesialis.
“Kita sedang menghadapi masalah dari segi jumlah dan distribusi. Secara nasional, 266 dari 415 RSUD belum lengkap tujuh jenis spesialis dasar (Sp.A, Sp.OG, Sp.B, Sp.An, Sp.Rad, Sp. PK dan Sp.PD). Wilayah yang paling kekurangan dokter spesialis adalah Indonesia Timur, di mana berpotensi tidak ada satu pun dokter spesialis di satu kabupaten,” ujar Oos dalam konferensi pers daring di Jakarta, Senin (26/6/2023).
Kesenjangan besar dalam distribusi dokter spesialis di rumah sakit wilayah Indonesia Timur masih menjadi persoalan serius. Beberapa rumah sakit mengalami kekosongan tujuh jenis dokter spesialis dasar.
Ketidakseimbangan distribusi ini terlihat jelas antara rumah sakit di wilayah dengan jumlah penduduk padat dan rendah, tingkat kemiskinan tinggi dan rendah, serta lokasi geografis berdasarkan perkotaan, pedesaan, dan daerah terpencil.
Pemerintah terus berupaya mendongkrak angka kebutuhan dokter spesialis di Indonesia, sebagai bagian dari peningkatan layanan kesehatan bagi seluruh masyarakat.
Untuk mengatasi krisis dokter spesialis di wilayah Indonesia Timur, pemerintah berupaya menerapkan beberapa strategi, antara lain memberikan beasiswa dokter spesialis melalui LPDP dan Kemenkes, menyederhanakan proses registrasi Surat Izin Praktik (SIP), dan meningkatkan insentif dan fasilitas bagi tenaga kesehatan.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 31 Tahun 2019 mengenai Pendayagunaan Dokter Spesialis (PDS), yang merupakan sistem sukarela bagi dokter spesialis untuk bekerja di daerah terpencil.
Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Indonesia Kekurangan 140.000 Dokter?